Selasa, 27 Desember 2011

WOCO RA DIWOCO SING PENTING NULIS "KEPERGIAN SIMBAH RIJEM"


Diary, 15 Desember 2011

Simbahku, Rijem namanya,, Usia beliau sudah hampir 100 tahun, kegigihan dan kekuatan beliau untuk selalu menjadikan yang terbaik dalam setiap langkah kehidupannya telah mampu mengantarkan hingga usia sekian tahun. Padahal sekitar 5 tahun yang lalu beliau sudah divonis dokter akan penyakit jantung, paru-paru, asma, dan diabetesnya. Banyaknya sakit yang beliau derita ternyata tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap bertahan menjalani kehidupan ini, meskipun harus pulang – pergi ke RS. Dr. SOEROTO NGAWI, Hampir setiap minggu harus Check Up ke Dr. WARDOYO, setiap harinya lebih dari 5 butiran pil yang harus beliau lahap hanya untuk sekedar menahan rasa sakit dan sesak yang setiap saat menghampiri tidak pernah mengubah semangat hidupnya.

Bila pagi tiba hingga setengah hari beliau akan duduk di teras rumah, beliau berkata dari tempat itulah beliau dapat melihat semua anak, cucu dan cicitnya, saat mereka, bekerja, bermain dan beraktivitas, dari tempat itulah semua orang biasa menyapa beliau. Iya, beliau memang memiliki koneksi kental dengan orang-orang disekitar rumah karena dulunya waktu masih sehat beliau berprofesi sebagai makelar beras, kedelai, jagung dan bahan baku makanan lainya. Beratnya pekerjaan yang beliau tanggung tak dirasakannya selama ini hingga vonis dokter yang memaksa beliau berhenti dari pekerjaan itu. Hampir setiap pagi pula Emak dan Adikku yang menemani, entah mengapa adikku (yang sekarang berusia 6 bulan) sangat senang melihat beliau, hanya dengan melihat kedipan beliau adikku sudah tersenyum lebar.

Saat matahari meninggi beliau masuk ke rumah dan menonton TV sambil menemani cicitnya yang bernama DANI bermain di depan ruang TV, tak jarang pula beliau hanya duduk-duduk dengan pandangan sayu tanpa berkata apapun disana. Bila Matahari sudah mulai masuk ke peraduaannya beliau bergegas kekamar mandi dan setelah itu kembali lagi ke kamar tidurnya. Hampir setiap hari begitulah rutinitasnya.

Hingga pada suatu pagi, tepatnya Selasa tanggal 6 Desember 2011 Beliau bangun dengan tergesa dan nafas tersengal-sengal (sesek) waktu itu aku sudah berangkat kerja, emakku yang menemani beliau berkata “Piye to Mi, Rasane Awakku ki”… (Gimana Mi (nama emakku) rasanya badanku ini”.

“Lek, yo sing sabar lek, sampean iki isih bejo diparingi sehat, iso mlaku-mlaku, iso neng ndi-ndi. Cobo delengen Mbah Tini karo Mbah Sayem kae, gak iso neng ndi-ndi, dokter yo wis pasrah”. “Lek (panggilan), yang sabar, kamu masih beruntung diberi kesehatan masih bisa berjalan, masih bisa kemana-mana. Coba lihat Mbah Tini dan Mbah Sayem tidak bisa kemana-mana, dokter juga sudah angkat tangan”) Tenang emakku dengan sabarnya.

“Mi, aku ojo ditinggal neng ndi-ndi..” (“Aku jangan ditinggal kemana-mana”).

Itu pesan terakhir saat berada dirumah, setelah itu beliau langsung dibawa kerumah sakit karena sengal nafasnya sudah sangat mengkhawatirkan. Sesampai dirumah sakit, Beliau tidak langsung dapat kamar sehingga harus menginap di ICU (karena kamar RS. Penuh). Hingga pagi nya dapat kamar tapi kelas 2 yang sangat tidak nyaman untuk pasien seperti beliau, akhirnya dengan usaha Pak Poh, Simbah bisa dapat kelas 1 yang disitu suasananya cukup bisalah untuk beristirahat, ada TV, Kipas dan Meja kecil, lantai yang bersih serta dekat dengan taman. Tapi sebagus-bagusnya kamar di Rumah Sakit, apa enaknya berada disana.

Pindah kamar itu membuat beliau semakin membaik, nafas sudah tidak tersengal dan nafsu makanpun mulai bertambah. Apa yang dikatakan dokter semua dituruti. Gerak badan serta keaktifannya sudah mulai terlihat. Pergi kekamar mandi juga sudah kuat.

Hingga pada malam itu tepat pukul 20.05 WIB, Minggu 11 Desember 2011, Pesan singkat masuk di HPku ”Dang Cepet neng Rumah Sakit, Simbah Drop” ... Wussshh.. Dengan cepatnya kami sekeluarga bergegas kerumah sakit. Sesampai disana kembali ku lihat sengal nafas Simbah persis sama seperti waktu dirumah tapi kali ini lebih parah lagi. Sambil terus berucap.. ”Aku ki piye..”(aku ini gimana).. ”Aku ki piye..”(aku ini gimana)..

Gerakannya sangat luar biasa, belum pernah beliau sekuat ini (setelah divonis sakit), meronta dan terus mengejang, pegangannya pada jendela kaca hampir tidak bisa dilepas. Tangannya selalu berusaha melepas selang oksigen, selang infus yang berada ditanggannya sudah hampir copot, darah yang keluar dari jarum infus membuat infus berhenti.

Cepat saja ku panggil dokter, namun yang ada hanya dokter jaga tanpa diperiksa atau diapakan lah langsung saja dokter itu menyuntik lewat infus. Tanpa berkata apapun, dokter itu langsung berlalu. Kesal sekali melihat perlakuan dokter itu.

Sekali lagi kudatani dokter itu, kuminta untuk dipasang selang oksigen yang berbentuk cawan itu agar tidak gampang lepas. Namun tidak juga kunjung datang dokter itu, seingatku setelah laporanku itu hanya seorang perawat perempuan yang datang dan hanya berkata ”agak naik tidurnya mbah”. Hanya itu yang diucap tanpa melakukan apapun.

Dengan geram aku keluar dan menghampiri dokter itu lagi. Tapi lagi-lagi dokter tidak menggubrisku. Hingga tepat pukul 22.00 WIB semua keluarga dikumpulkan, dokter bilang bahwa paru-paru Simbah sudah kemasukan cairan, sangat kecil kemungkinan untuk sembuh.

Hanya ada satu jalan yaitu penyedotan cairan, LAKUKAN SEKARANG, itu seru kami bersamaan. Tapi langkah itu tidak bisa dilakukan karena kondisi Simbahku yang terus memburuk dan sengal nafasnya tak kunjung berhenti lagipula dokter yang menangani Simbahku malam ini tidak bisa datang karena ada urusan diluar kota.

Betapa sakit hatiku (tidak hanya aku, mungkin semua yang ada disana) mendengar kanyataan itu .. apa yang harus kami lakukan,, HANYA BERSABAR, itu jawaban singkat dari sang dokter jaga.

Kami terus bergantian menjaga karena Simbah terus saja meronta, minta duduk, minta tidur, miring kanan, miring kiri, terus-dan terus seperti itu. Semua keluarga yang belum datang terus dipanggilnya, semua dipeluknya satu persatu.

Tepat pukul 00.00 WIB, karena tidak kuat melihat Simbah terus meronta, aku kembali datangi dokter dan minta untuk disuntik penenang. Akhirnya suntikan itu mampu menenangkan beliau. Disaat tenang (hampir tidur) nafas beliau semakin terlihat tersengal, naik turun rongga dadanya begitu kuat dan cepat, bahkan suara nafasnya semakin terdengar memilukan.

Tap inilah Kuasa Tuhan, melihat Simbah yang tenang dan sudah mulai terlelap akhirnya kuputuskan untuk pulang (karena besok harus kerja pagi). Dan ternyata keputusanku untuk pulang membuatku menyesal, karena belum sampai aku merebahkan tubuhku ada sms masuk ”TIK, MBAH JEM MENINGGAL”.. Dueggg.(INNALILLAHI WAINAILAIHI ROJIUN).seperti dipukul palu hatiku sakit, sedih, kecewa, merasa bersalah terhadap sendiri, aku menangis sejadi-jadinya, seperti menyesalkan semua yang terjadi, bahkan pelukan dan bujuk suamiku tak mampu meredakan tangisku.

Hingga akhirnya jenazah datang, kedatangannya jenasah semakin membuat tangis pecah, Setelah itu aku sudah tidak mampu mengikuti prosesi hingga selesai dan aku sudah tidak mampu untuk menulis lagi.

SIMBAH,,

Kutulis ini dengan derai air mata

Sebuah catatan kecil tentangmu Simbah,,

Betapa kami semua sangat merindukanmu

Semoga Alloh senantiasa memudahkan jalanmu

Semoga Alloh menerima semua Amal – Ibadahmu

Kami disini mendo’akan

Semoga Simbah Tenang disisi-Nya...

AMIENN..

KAMI SEMUA SAYANG SIMBAH...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar